- New Money Newsletter
- Posts
- Menanti Cahaya di Ujung Terowongan
Menanti Cahaya di Ujung Terowongan
Sulit mencari pekerjaan di Indonesia? Maukah kamu bersaing dalam pasar tenaga kerja global?

Selamat datang di edisi #13 dari New Money Newsletter.
Hai! Kamu bisa panggil saya Bern.
Setiap minggu, saya mengirimkan satu tulisan yang membantu kamu keluar dari jalur default untuk membangun kehidupan yang kamu cintai, didukung oleh karir dan pekerjaan yang kamu nikmati.
Akses rahasia komplit 5 in 1 dalam New Money Secret.
Nikmati VALUE DISCOUNT dari ilmu bernilai Rp 1.145.000 dengan HANYA Rp 249.000
Mau tahu gimana cara dapet kerja di luar negeri dengan gaji puluhan juta?
Kamu mau baca Artikel-artikel lainnya?
Apakah Ada Harapan?
Melihat kondisi gejolak yang terjadi beberapa waktu terakhir ini di Indonesia, saya mencoba untuk berhenti sejenak dan melakukan refleksi sebelum menulis esai untuk minggu ini.
Mulai dari kondisi ekonomi yang semakin sulit, kondisi lapangan pekerjaan yang tidak mendukung, serta kebijakan yang seakan-akan tidak memberi ruang bagi kita sebagai masyarakat untuk bernafas.
Gelombang protes di berbagai daerah, situasi yang memanas, hingga tindakan anggota parlemen yang akhirnya membawa tragedi bagi salah seorang ojek online yang menjadi korban atas semua kejadian ini.
Setiap hari, beranda media sosial kita dilingkupi oleh liputan kabar yang membawa narasi yang negatif terhadap masa depan. Perlahan tapi pasti kita tenggelam dalam semua liputan berita tersebut.
Tanpa terasa, semangat kita padam, waktu kita habis, dan harapan kita menjadi semakin pupus.
Yang jadi pertanyaan di kepala kita: Apakah masih ada harapan bagi kita untuk bisa mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera? Pertanyaan ini akan saya jawab melalui esai ini.
Cerita Pendek dari Seorang Anak dari Petani.
Orang tua saya terlahir di sebuah kota kecil di atas gunung di Bagian Indonesia Timur. Daerah ini merupakan salah satu daerah paling dingin di Indonesia. Yang bisa saya definisikan dari daerah itu adalah: “Tertinggal di Masa Lalu”.
Kenapa saya katakan begitu? Terakhir kali saya berkunjung di tahun 2023, saya merasa berada di masa lalu. Kendaraan yang ada, bangunan yang berdiri, pakaian yang digunakan, bahkan terkadang air, listrik, dan sinyal internet tidak bisa kita dapatkan.
Mereka berasal dari keluarga petani. Miskin, tidak terdidik, dan tidak memiliki privilege. Hanya satu yang dimiliki oleh orang tua saya: Keyakinan dan Tekad untuk merubah hidup.
Beliau merantau dari tanah kelahirannya menuju Pulau Jawa, menerpa semua kemungkinan yang menghalanginya. Keberanian tersebut membuat kami beranjak dari papan terbawah dari kelas ekonomi menuju kelas menengah. Bagaimana cara beliau melakukannya? Pendidikan.
Beliau merupakan satu-satunya di antara semua keluarganya yang mengalahkan semua rintangan dan bersekolah hingga Perguruan Tinggi. Dan nilai itu pula yang ditanamkan pada saya, bahwa pendidikan akan membuka mata kita melihat peluang yang sebelumnya tidak pernah dapat kita bayangkan. Beliau percaya bahwa generasi berikutnya harus selalu lebih baik dari generasi sebelumnya. Kepercayaan inilah yang membawa saya ke dalam cerita berikutnya.
Membuka Pikiran, Membuka Mata, Melihat Peluang.
Saat saya melihat ke belakang, satu fase hidup yang membuka mata saya adalah Malaysia. Kebetulan saat itu saya berkesempatan untuk tinggal beberapa saat untuk menyelesaikan studi saya.
Dahulu saya mengira bahwa Malaysia adalah negara yang mirip atau bahkan tertinggal jauh dari Indonesia. Ternyata saya salah besar. Malaysia telah meloncat jauh ke depan saat negara kita masih jalan di tempat.
Negara yang dahulunya miskin ini telah menjelma menjadi Negara Maju yang mampu memberikan kehidupan yang layak bagi warganya (setidaknya lebih baik dari negara kita). Dengan membayar kurang lebih RM5 (18 ribu rupiah) saya mendapatkan porsi makanan yang sangat layak dengan komposisi nasi sayur, daging, serta minuman. Fasilitas transportasi umum yang terintegrasi dan maju, serta fasilitas pendidikan yang adil kepada rakyatnya.
Saya sempat bertanya kepada beberapa penjaga stand makanan di mall dan saya cukup terkejut karena upah yang mereka terima jauh lebih tinggi bahkan dibandingkan gaji lulusan S1 di Indonesia. Di tahun 2018, gaji per bulan yang mereka dapatkan kurang lebih RM4.000 atau setara 14 Juta Rupiah.
Mereka menyediakan standard hidup yang (menurut saya) lebih tinggi daripada standard hidup normal di Jakarta dengan bayaran hampir 3 kali lipat UMR Jakarta (3,5 juta Rupiah) pada waktu itu.
Di buku New Money Mindset, saya telah melakukan perbandingan mengenai rasio harga rumah dibandingkan dengan penghasilan tahunan. Rasio ini menggambarkan berapa tahun seseorang harus bekerja untuk dapat membeli rumah sederhana. Indonesia merupakan salah satu negara dengan price to income ratio tertinggi di dunia (sedikit di bawah negara seperti Ethiopia, Suriah, dan Iran).
Artinya? Jasa manusia di Indonesia dianggap jauh lebih murah dibandingkan harga obyek (rumah, alat elektronik, sumber daya alam, dll). Mungkin ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak orang menjadi kaya karena berdagang sumber daya alam dibandingkan jasa?
Layaknya hukum ekonomi, di Indonesia jumlah penyedia jasa (manusia) sangatlah banyak, oleh karena itu gaji manusia dihargai sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara lain. Masih bingung kenapa sekarang banyak orang yang lebih memilih bekerja di luar negeri?
Kegagalan atau Keberuntungan?
Berangkat dari ratusan kegagalan mendaftar bekerja di berbagai Perusahaan Nasional maupun BUMN di Indonesia, saya mulai memberanikan diri untuk melamar lowongan kerja di beberapa Perusahaan Asing.
Di sinilah mata saya semakin terbuka. Saya mulai mengetahui bahwa di dunia ini terdapat banyak orang yang secara kompetitif dapat memperoleh gaji hingga ratusan juta rupiah.
Bahkan beberapa tahun terakhir saya juga berhasil menemukan beberapa pekerjaan berbasis contract dengan upah ratusan US$ per harinya melalui jobportal di luar negeri. Mungkin bagi mereka, bayaran itu sangatlah terjangkau apabila dibandingkan dengan upah minimum di US sebesar US$ 160 per hari.
Singkat cerita, saya berhasil menemukan lapangan pekerjaan di mana jasa yang saya berikan diberikan balasan nilai yang layak dan cukup. Hal ini juga semakin diperkuat dengan banyaknya cerita teman saya yang berhasil memperoleh pekerjaan serupa di berbagai negara. Mulai dari Australia, United Kingdom, Jerman, sampai dengan Jepang.
Dunia ini luas, kesempatan itu banyak, hanya saja yang jadi pertanyaan adalah siapkah kita bersaing di dunia kerja internasional dan bersaing dengan pencari kerja dari seluruh penjuru dunia?
Sharing Cara Mencari Pekerjaan di Luar Negeri.
Untuk membantu kamu yang sekarang sedang ingin mencari inspirasi dan ide untuk membuka peluang karir baru, saya akan mengundang seorang anak muda yang sekarang sedang bekerja di Jepang untuk berbagi pengalamannya secara online.
Di sesi online ini, kita akan bahas:
Cara mencari pekerjaan di luar negeri
Membuat CV agar dilirik headhunter internasional.
Cara menjawab pertanyaan saat interview.
Real story mengenai budaya kerja di Jepang.
Kalau kamu mau ikutan, gunakan kode DOTNY29 untuk mendapatkan potongan 10%.
Baiklah, sekian tulisan dari saya minggu ini. Saya harap, Anda semua mengalami satu minggu yang lebih baik ke depannya.
Stay safe,
Bern.
Kamu mau mulai menulis Newsletter seperti ini?
Cek di sini: [Beehiv] dan dapatkan 30 hari Free trial serta Diskon 20% untuk 3 bulan pertama.
Kamu tertarik untuk mulai menghasilkan income dari internet? Cek di bawah ini: [New Money Framework]
Kamu mau jualan lewat otomatis Instagram? Klik di sini : AI Chatbot
Platform Trading Crypto, Minyak, Emas - BEBAS SWAP: Exness
Reply